Kamis, 20 Juni 2013

Berlayar di Televisi

Ada sebuah tayangan film yang menceritakan tentang negeri perbatasan dengan tetangga (Malaysia ), tepatnya di Indonesia bagian barat yakni Kalimantan barat.

Diceritakanya, sebuah Kehidupan yang hidup dengan tata krama, Sopan serta Demokratis. Di kampung tersebut hidup seorang Kakek yang berumur sekitra 70an tahun, kakek ini mempunyai Dua orang cucu, Pria dan Wanita berumur sekitar 10 tahun, itu berarti duduk di Sekolah Dasar  (SD). Kakek yang setiap harinya menceritakan cerita perjuangan kemerdekaan kepada cucunya ini dengan semangat 45. sehingga setiap baru beranjak kesekolah para cucu tadi meluangkan waktu untuk mecium bendera merah putih tanda hormat. Selain itu  di kampung tersebut bendera Merah Putih hanya ada satu orang, yaitu Kakek itu sendiri. Saya cukup tersentuh menonton Film yang berdurasi 40 menit itu, ada sebuah Gejolak yang membakar semangat juang. Anehnya juga, Lagu kebangsaan dinyanyikan bukan lagu wajib akan tetapi lagu yang nyanyikan adalah lagunya Koes Plus dengan Jdul “Kolam Susu”. heran... Dalam perdagangan, mata uang yang dipakai menggunakan Mata uang Malaysia (Ringgit) Sungguh terlalu..

Setelah berlayar selama 40 menit mengarungi lautan film inpirasi itu, terbesit daerah kelahiran saya yakni Mongondow Bolaang, Jika cerita tadi ditarik ke Bolaang Mongondow maka ini tentunya persis sama, Budaya adat istiadat bahasa kian memudar.

Salah satu contoh, saat saya pernah berkunjung ke rumah teman, terdengar percakapan antara pemuda  “ Utat Ko onda iko?” tanya pemuda A, lantas pemuda B menjawabnya dengan “ Jangan bahasa planet kuaa,” ini salah satu fakta dari yang ada dilapangan, sebuah persitiwa yang bukan macam-macam lagi. Kalaupun saya terlalu mengebu-ngebu itu adalah salah satu bentuk Keprihatinan. Sebagai orang mongondow korot  saya menentang dengan orang-orang yang beranggapan atau sengaja serta gengsi memakai bahasa budaya kita. Pernahkah kita berfikir bahwa segala sesuatu yang ada dibumi totabuan ini adalah sebuah warisan leluhur kita,?! Pernahka kita berfikir bahwa bahasa merupakan bahasa pemersatu?! Cobalah untuk merefres sejenak tentang hadirmu disini.


Jangan sampai persitiwa yang ada di bumi totabuan akan terjadi seperti diatas, orang2 akan malu menggunakan bahasa, memakai budaya adat kita, jika nantinya itu terjadi maka siap-siaplah kita akan tumbang dan tak akan pernah bangkit kembali Mongondow tinggalah kenangan sebuah tayangan Film yang pernah ada di ilustrasikan kembali melalui televisi Tinggal sejarah. 

Senin, 03 Juni 2013

KPU Kotamobagu Diserang

Kotamobagu.- Ratusan personil diturunkan untuk mengamankan aksi masa pendemo yang tidak puas menerima keputusan KPU KK, Senin, (03/06) Siang Tadi.

Sejumlah kesatuan dan personil diturunkan diantaranya Kesatuan Brimob Polda Sulut, Brimob Kompi Inuai, personil Polres Bolaang Mongondow dan 1 mobil Watercanon, Barracuda serta beberapa alat perang lainya.

Masa Aksi yang telah dilumpuhkan
Masa aksi yang tidak menerima keputusan KPU terpaksa harus berbuat anarkis hingga menyerang dan melemparkan bom ke arah  Kantor KPU KK,  Sehingga situasi pun tak bisa teratasi.

Pasukan  pengamanan yang berseragam lengkap dengan  senjata ditanganya terpaksa harus membuang tembakan peringatan, Namun masa tidak peduli, sehingga polisii melumpuhkan 3 orang. Alhasil kondisi pun bisa teratasi. 

Itulah hasil Serangkaian simulasi Pihak Keamanan dalam rangka menjelang pilwako KK yang rencananya akan dilaksanakan pada Senin (24/06) nanti.

Minggu, 02 Juni 2013

Potulungan

Bolaang Mongondow – Masih banyak Orang Mongondow yang tak tau dengan persoalan adat gotong Royong ini, Gotong Royong yang berarti “Baku Bantu “ ini, tidak terlepas dari persoalan prosesi yang dilakukan, selain baku bantu dengan memberikan sumbangsi berupa tenaga, ternyata terdapat juga prosesi Gotong Royong dengan memberikan semacam Bahan Pokok. Dalam suatu contoh misalnya.“Ada sebuah pesta pernikahan,maka para tamu yang diundang akan memberikan bahan pokok berupa Beras, Laksa,Garam, Teh, Gula, serta bahan-bahan kering lainya,(Tergantung pada kemampuan materi oleh tamu). Setelah itu, bahan tadi akan ditempatkan didalam bentuk loyang serta dibungkus dengan kain.


Namun kebanyakan orang Mongondow membungkusnya dengan Taplak, entah mengapa, tapi mungkin saja ukuran taplak tersebut sesuai dengan wadah yang telah ditempatkan

Potulungaan artinya memberikan pertolongan kepada si penyeleggara pesta.Tujuannya adalah agar dapat meringkankan kebutuhan oleh para penyelenggara pesta tersebut, walaupun kondisi  penyelenggara “se-ada-nya” telah terbantu dengan kebutuhan Potulungan tadi. Mudah-mudahan dan Insyallah kegiatan Potulungan  ini akan terus berlangsung.