Rabu, 21 November 2012

Pacuan Kuda, pernah ada di totabuan



Gambar Internet
Kotamobagu - Pacuan kuda adalah olahraga berkuda yang telah populer selama berabad-abad. Pacuan kuda merupakan salah satu peristiwa olahraga paling dihadiri dan paling dinikmati di dunia.

Banyak orang tidak menyadari khusunya masyarakat Bolaang Mongondow bahwa ternyata pacuan kuda pernah ada di Bolaang Mongondow tepatnya di Kelurahan Mongkonai.

Sungai Parlombaan, itulah sebutan warga bagi yang ingin pergi  mandi ataupun mencuci pakaian di sungai tersebut, Parlombaan sendiri, merupakan kata yang menjurus pada kata perlombaan, hanya saja pengucapan warga yang sudah biasa dinamakan parlombaan. Namun  juga bisa diartikan sebuah kontes, yaa..kontes. Itulah pacuan kuda.

Dari penuturuan warga, dahulu kala sebelum dialiri sungai, terdapat sebuah lokasi yang sering menjadi kegiatan atau perlombaan  pacuan kuda, sering berjalannya waktu, sehingga tempat tersebut  tidak lagi digunakan, yang tertinggal hanyalan bekas-bekas pacuan kuda. lebih lanjut dikatakanya, dimana lokasi tersebut masih berupa tanah yang datar, sehingga  lokasi itupun sering kali menjadi tempat bermain bagi mereka. “Dulunya masih luas dengan tanah, masih kita riki waktu bermain di parlombaan ini”. Ucap  Tua Alan yang juga berdekatan dengan rumahnya.  

Dari pantauan Media ini, memang bisa diprediksikan bahwa tempat tersebut benar-benar pernah ada lokasi pacuan kuda, ini terlihat dari denah dimana lokasi itu berbentuk bundaran, namun sayangnya, kini, tak ada satupun jejak, bekas, dan bukti nyata yang bisa memperkuat fenomena ini.

Tempat tersebut juga, terdapat sebuah lubang yang menjurus ke bawah tanah mungkin seukuran badan manusia, konon katanya Goa tersebut kerap menjadi tempat persembunyia bagi Para Pejuang Rakyat Semesta (Permesta). “ ada dua lubang di sungai itu, yang mengara ke bawah, hanya saja sudah tidak terlihat karena tertutup air  sungai”.katanya.

Sungai ini  berada diperbatasa antara Kelurahan Mongkonai Jalan Tobukow dan Kelurahan  Mongondow, yang merupakan pembatas bagi ke dua kampung tersebut. Serta di bentangi sebuah jembatan penghubung bagi ke dua kampung tersebut.

Sejarah Desa Bintau



Passi – Nama desa Bintau diambil dari pohon kayu yang besar  yang bernama “Binta ‘ui”. Dari nama pohon itulah terbentuknya desa bintau.

Pada zaman dahulu kala desa bintau terletak suatu daerah yang bernama Deposia, . dalam kehidupan bermasyarakat, Mereke Hidup dalam berkelompok sehingga terbentuknya Desa Bintau dan Bulud.

Suatu ketika masyarakat tersebut diserang oleh wabah penyakit, sehingga terbentuklah kelompok-kelompok yang ingin berpindah ke tempat lain.

Kelompo-kelompok itu terbagi tiga, pertama kelompok yang pindah ke kaki gunung, kelompok yang pindah dan menetap di desa bintau yang dulunya bernama “Bolayong” ( pohon durian yang paling besar ), dan juga masyarakat yang menuju ke wilayah pergunungan (Bulud).

Pemisahan kelompok ini terjadi pada tahun 1981, Menurut cerita rakyat  kelompok yang berada di kaki gunung ( Bolayong), Salah satu orang dari kelompok tersebut menemukan Sebuah Kayu yang besar bernama “Binta’ui” dari nama tersebut kelompok Bolayang tadi mengganti dan menamainya Bintau. Pada masa kepempinan Ato Mokodongan selama kurang lebih 14 tahun.

Dalam kehidupan bersosial, warga Bintau menganut system Adat  Nenek Moyang Bolaang Mongondow yaitu “I Paloko Bo Kinalang” dengan Motto “Obagai’ai akuoi ba bibitonku moiko”.

Desa bintau dipimpin pertama kali oleh Ato Mokodongan pada tahun 1981 sampai dengan 1932, dan saat ini dipimpin oleh Hamdi Mokodongan sejak 2009 Hingga sekarang .(m-10)





Sejarah Desa Muntoi



Passi barat – Mulanya Desa Muntoi hanya sebuah lokasi perkebunan, yang diapit dengan 7 buah sungai diantaranya sungai Muntoi, Tapa Letung, Tapa Gapatan, Tapa Dulilow, Tapa Onaoon, dan Tapa sinagaan. Lokasi tersebut menarik perhatian dari berbagai desa.
Seiring berjalan waktu, perkebunan tersebut  menjadi luas dan ramai sehingga  mereka memutuskan untuk memilih tinggal dan  menamainya “Muntoi.
Desa muntoi merupakan salah satu dari desa yang berada di kecamatan passi barat yang terletak 17 Km Arah Timur Kotamobagu dengan luas wilayah seluas kurang lebih 7,5 Km Bujur sangkar. Dengan jumlah penduduk yang terbagi di beberapa dusun,  diantaranya Dusun satu berjumlah  299 jiwa, Dusun dua 267, Dusun tiga 210, Dusun empat  270, jiwa dan Dusun lima berjumlah 323 jiwa, sebagian penduduk desa tersebut bermata pencaharian sebagai petani.
Sementara itu, sejak tahun 1931 muntoi telah resmi menjadi sebuah desa dengan kepala desa (Sangadi) pertama S.G Tunggali, dan saat ini dipimpin oleh sangadi Mince Y taroreh dari 2007 hingga sekarang.

Sejarah Desa Mongondow



Kotamobagu - Kata “mongondow” berasal dari kata “momondow”, yang artinya berteriak. Dikisahkan pada zaman dahulu kala sekelompok Bogani mengadakan perburuan hewan dihutan sekitar “ totaboian mointok” yang kini bernama “motoboi mointok”.

Dalam perburuan tersebut, para Bogani mendapatkan seekor rusa saat akan membersihkan darah dari rusa buruan tersebut, para bogani tidak mendapatkan air disekitaran  totaboian mointok, hingga ditugaskan dua orang bogani untuk mencari air. 

Akhirnya salah seorang dari mereka mengambil sepotong bambu yang diruncingkan ujungnya dan ditancapkan ke tanah. Tak disadari keluarlah air dari bekas tacapan bamboo tersebut. Karena kaget bogani tersebut berteriak “momondow” untuk memberikatahuakan kepada bogani lainya yang berada di totaboian mointok. Ini lah awal mengapa perkampungan dinamakan mongondow.

Kelurahan  Mongondow pada awalnya merupakan satu pendukuhan ( perkampungan kecil) yang dinamai “ bulu mondow” yang berarti bulu (bambu) yang ditancapkan ke tanah kemudian terdengar teriakan 
( momondow). 

Seiring bertambahnya jumlah penduduk, akhirnya pendukuhan bulu mondow dirubah statusnya menjadi pedesaaan dan berubah nama menjadi Mongondow. 

Perubahan status didesa terjadi pada tahun 1946 dengan Sangadi atau Kepala Desa pertama Bapak Kabonte, seiring perkembangan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan, pada tahun 1981 Desa Mongondow beralih status menjadi kelurahan dengan lurah pertama Bapak S. Munggol hingga sekarang.

Sejarah Desa Mongkonai



Mongkonai berasal dari kata Alu Manai yang artinya (Ular Hitam)

KotamobaguTak banyak  yang mengetahui sejarah desa kelahirannya. Saat ini, Media Totabuan kembali mengingatkan bagaimana asal nama Kelurahan Mongkonai-Kotamobagu sekarang ini. 

Ternyata, nama Kelurahan yang merupakan gerbang masuk ke Kota Kotamobagu, diambil dari kata bahasa suku Bantik yakni Alu Manai ”  yang artinya Alu adalah ular dan Manai yaitu hitam atau dalam bahasa Mongondow banyak menyebutnya Ki Moyondi. Dari kata inilah menjadi dasar orang-orang terdahulu, dan dari masa ke masa disempurnakan menjadi Mongkonai.

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, pada zaman dahulu Mongkonai ditempati orang-orang suku Bantik dan suku Minahasa yang sudah bertempat di Bolaang Mongondow. Pada saat itu ada seorang anak menemukan ular hitam di tempat penimbahan air tepatnya di sebuah anak sungai. Dan sungai ini dinamai  “Alu Manai” yang kemudian menjadi Mongkonai. Sungai tersebut terdapat di tengah-tengah perkebunan penduduk yang letaknya sekitar 1km di sebelah Barat  Mongkonai.

Seperti diketahui, Kelurahan Mongkonai dilalui 3 (tiga) buah sungai kecil dan sebuah sungai besar yang bernama Onkag Mongondow. Tak jauh dari sungai itu, ada juga mata air yang dijadikan sumber air warga setempat, untuk air minum.
Sementar dari segi kewilayahan, sekarang sudah berkembang pesat. Setiap tahun pertumbuhan penduduk  terus bertambah. Data dari statistik pada 2009 penduduk berjumlah 1925  dengan jumlah kepala keluarga 543, rinciannya, laki-laki 874 dan perempuan 1046.

Dari segi pendidikan warga Mongkonai sudah semakin baik dan tidak ada lagi yang disebut tuna aksara atau buta huruf. Dengan tingkat pendidikan berdasarkan data yang diperoleh, belum sekolah berjumlah 282 orang, tamat SD 159 orang, tamat SLTP 69 orang, tamat SLTA 50 orang, tamat perguruan tinggi 40 orang

---Lihat Dokumenter Profil Mongkonai di Youtubee--
https://www.youtube.com/watch?v=6smTRFZfNB4

Sejarah Desa Inuai



Passi Barat - Pada zaman dahulu kala, sekelompok leluhur Bolaang Mongondow merantau untuk mencari sebuah kota yang bernama Kotamobagu , dalam perjalanan mereka  sempat beristirahat di sebuah tempat untuk  makan, dan juga mempersiapkan bekal mereka dalam meneruskan  perjalan nanti.

Setelah beberapa menit  selesai beristirahat,  mereka pun melanjutkan kembali perjalanan, Namun ditengah-tengah perjalanan, para kelompok leluhur ini bertemu dengan beberapa orang. dialog sempat terjadi, ternyata orang-orang tersebut juga ingin pergi ke Kotamobagu. Mereka menyepatkan waktu untuk beritirahat dengan para kelompok itu, masak besama dan juga  makan bersama, Setelah tiba siang hari mereka mempersiapkan bekal bersama untuk  melanjutkan kembali perjalanan,Salah satu dari mereka mengangkat bekal tersebut, dan berkata (uaiyon in ka’anon), Kata itu mendapat respon dari para leluhur dan menakan Lokasi itu dengan “Inuai”

Seiring berjalanya waktu , para penduduk berdatangan untuk membuka perkebunan di Inuai, sehingga pada tahun 1990 pemerinrtah kabupaten Bolaang Mongondow menjadikan Inuai sebagai pendukuan, dengan kepala pendukuan Arip paputungan
Sementara itu, pada tahun 2002 desa berkahirnya Pendukuan yang disandang selama kurang leibih 12 tahun

Jumlah kepala keluarga berdasarkan data dari pihak kelurahan berjumlah 556 jiwa yang terbagi dari laki-laki 332 jiwa dan perempuan 224 dengan jumlah kepala keluarga 134 jiwa. Dari pantauan kami desa inuai terdapat puskesmas pembantu,

Sejarah Desa Bakan



Desa  bakan bermula dari sepotong kayu yang tumbuh disungai tepatnya pada pertemuan antara sungai ongkag,  Orang pertaman kali membuka lahan perkembunan bernama Lobongon Manggo.

Desa bakan berbatasan dengan desa lolayan disebelah utara, desa motandoi disebelah timur, desa matali baru sebelah selatan, dan desa tanoyan utara disebelah barat.

Pada masa penyebaran PSII, dimana pada masa itu orang-orang terdahulu mencari totabuan baru dan didapati wilayah hulu ongkag dibawah pimpinan Hi. Sarkawi Podomi yang berasal dari desa tabang, mulanya mereka hanya membuka lahan dilokasi tersebut namun seiring dengan keberadaan mereka ternyata orang-orang tersebut mendiami wilayah itu untuk selama-lamanya, kelompok tersebut melakukan musyarawah untuk membuat tatanan desa baru yang dinakaman Desa Bakan.

Dalam musyawarah itu, beberapa pertanyaan yang dilontarakan dari masing-masing individu terkait dengan penamaan desa, tiba-tiba salah satu orang mengajukan usulannya bahwa di lahan perkembunan ini terdapat pohon kayu yang besar yang bernama Pohon Kayu Bakan , sehingga Hi. Sarkawai Podomi mengambil keputusan untuk menamai lokasi itu dengan nama Bakan.

Melihat dari keadaan sosial Desa bakan mempunyai penduduk ditahun 2011 dengan jumlah penduduk 2249 jiwa terdiri dari 1164 laki-laki, dan 1085  perempuan  terbagi dalam 581 Kepala Keluarga (KK).

Desa bakan di pimpinan pertama kali oleh A. Mokoagow dan saat ini dipinpin oleh A.Y Mamonto di tahun 2008 hinnga sekarang .


Sejarah Desa Abak



Lolayan - Nama desa Abak berasal dari kata Lobak yang artinya daerah dibawah bukit yang terdapat sungai  kecil yang diapit kedua bukit. Kedua bukit tersebut kini nampak pada ujung desa di sebelah timur. Saat ini untuk hulu dari kali tersebut masih disebut penduduk desa dengan sebutan Luan Abak (hulu Abak). Dari sinilah sehingga oleh tua-tua kampung pada waktu itu bermusyawarah dan sepakat untuk menamakan desa yang baru terbentuk itu dengan nama desa ABAK atau sebuah desa yang diapit bukit dan mempunyai kali kecil
Jauh sebelum kemerdekaan di dengungkan dinegeri Republik Indonesia, sekelompok orang berjalan menjelajah demi mencari wilayah perkebunan baru untuk kehidupan anak cucu serta keturunan mereka.
Dari hasil penjelajahan tersebut, sampailah mereka pada sebuah daerah dataran yang awalnya adalah Hutan yang Lebat dan dikelilingi banyak perbukitan. Disana rombongan tersebut mulai menemukan lahan yang layak digarap untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Selain untuk perkebunan dan pertanian, ada niat untuk menjadikan lahan tersebut sebagai sebuah desa, sehingga dibuatlah musyawarah untuk merumuskan niat untuk bisa dijadikan kenyataan.
Sehingga pada tahun 1936 desa abak dari penuturan Mogoguyang (orang tua), daerah yang menjadi desa abak sekarang merupakan hutan belantara. Daerah ini merupakan dataran yang tidak begitu luas dan terdapat banyak sekali binatang liar maupun yang bisa diburuh seperti bantong ( sapi hutan), rusa, babi dan lain-lain.
Desa Abak Merupakan salah satu desa dikecamatan Lolayan dengan batas wilayah berbatasan dengan gunung Moyantow disebelah Utara, Gunung Ipakinya disebelah Selatan, Desa Tapa Aog disebelah Timur dan Desa Bombanon disebelah Barat.
Sejak berdirinya desa abak pertama kali dipimpin oleh M.M Dilapanga pada tahun 1942-1946, dilajutkan dengan P.M Dilapanga 1946-1948, M.P Sugeha 1948-1950, Abasi.P. Dilapanga 1950-1953, M.M Dilapanga 1953-1956, K.M Dilapanga 1956-1957, Agus Salim Mokoginta tahun 1957-1961, P.M Dilapanga tahunn 1961 s/d 1968, Djalil Mokoginta 1968-1979, Lein Ngantung 1979-1984, Budong Mokoagow 1984-1989, Andung.M.Sugeha 1989-1999, Husin Moko 1999-2004, Sumitro Tungkagi 2004-2009, Washar Gaib 2009-2010, Sumitro Tungkagi tahun 2010 Hingga sekarang.

Sementara itu, masayarakat desa Abak mempunyai sumber ekonomi tanaman tahunan seperti coklat, kelapa, kopi dan cengkih, selain itu juga tanaman yang diussahakan antara lain terdapat padi sawah, jagung, rica (cabe ), kacang tanah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari pihak kelurahan jumlah penduduk di desa tersebut berjumlah 255 KK sejak 2011  dan  memiliki prasarana 1 Gedung Balai Desa, 1 Gedung Kantor Desa, 1 Gedung Sekolah Dasar ( SD), Dan 1 Gedung Taman Kanak (TK).