Selasa, 19 Agustus 2014

17 Agustus, Warga Perang Melawan Banjir

Hampir di setiap pemukiman Bolaang Mongondow Raya (BMR), warga menggelar segala acara perlombaan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun kegiatan tersebut tampaknya tidak akan terjadi di lokasi bencana banjir bandang  yang menimpa  sejumlah desa.

Bolaang Mongondow Raya (BMR). Momentum 17 Agustus sepertinya tidak lagi bermakna bagi para korban banjir.  tidak ada hormat, tidak ada suara nyanyian hari kemerdekaan yang menggema di lokasi itu.  Anak-anak yang biasanya meramaikan lomba pun tampak diam,  membisu seolah menyadari nasib mereka kini.

Bagi warga Desa Mengkang, Hari Kemerdekaan  17 Agustus kali ini adalah hari dimana perjuangan dan perlawanan itu dilakukan dengan berjuang melawan banjir bandang, menolong sesama mereka disana mereka  meyakini  bahwa bencana banjir tersebut adalah ujian dimana musibah yang menimpa mereka  adalah perjuangan yang sesungguhnya.

“Jujur disaat yang lain merayakan justru kami diuji dengan apa itu makna kemerdekaan, tapi kami iklas kami yakin kami tidak sendri”

Kata pria tua  warga mengkang,  Adrianus Ch Manoppo ketika media ini bertandang dirumahnya. Semoga saja apa yang terjadi hari ini ada hikmanya dikemudian hari.amien

Sebelumnya, curah hujan yang semakin tinggi sejak Selasa (12/08) lalu hingga kini Selasa (19/08) Mengakibatkan sejumlah desa di wilayah BMR di terjang banjir bandang salah satunya di Desa Mengkang Kecamatan Lolayan yang cukup parah. Banjir bandang tersebut menyapu  12 rumah milik warga setempat, serta ternak milik yang hanyut dibawah banjir. Akibat banjir tersebut diprediksi  kerugian mencapai miliaran rupiah.

Senin, 18 Agustus 2014

Menengok Rumah Sakit Islam Moonow


MOONOW adalah suatu kata  yang menggambarkan suatu keadaan kota dan  mengandung arti dingin, atau lebih tepatnya musim dingin. Menurut definisi lainya, dingin adalah bersuhu rendah dan sejuk dikala malam hari, sementara sumber wikipedia menyebutkan, musim dingin adalah salah satu dari 4 musim yang beriklim Subtropics dan sedang.

Di Bolaang Mongondow (Bolmong), ada salah satu Rumah Sakit Islam (RSI) yang diberi nama Moonow. RS itu merupakan satu-satunya RS Islam yang ada daerah Yondog (sejenis sayur khas Mongondow, Selain itu Rumah Sakit adalah tempat berobat dan nginap dimana orang-orang yang diserang bermacam-macam  penyakit. Waktu nginap-pun di rumah sakit tergantung dari kondisi  kesehatan  pasien  mulai dari seminggu, bulan hingga bertahun-tahun.
Hal ini tentu membutuhkan kenyaman dan kebersihan demi menjaga kesehatan para pasien.Namun ada juga rumah sakit yang tidak memperhatikan lingkunganya, kotor, sampah berserakan, Got tersumbat hingga keadaan Toilet super busuk. Keadaan itulah yang mendorong Bupati Bolaang Mongondow (Bolmong) Drs.H.JA.Damopolii untuk membangun rumah sakit yang memprioritaskan kebersihan dan kesehatan yang diberi nama “Moonow”.

Berdasarkan Informasi  yang dihimpun dari Ketua Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabom) Zainal Abidin Lantong dalam bukunya Sejarah Bolang Mongondow, menyebutkan, dimana  pada tahun 1987 pada masa pemerintahan Drs.H.J.A.Damopolii, rumah sakit tersebut mulai dibangun dengan model gedung bertingkat. Seiring berjalanya waktu, pada tahun 1991 proyek pengerjaan rumah sakit sempat terhenti dibarengi dengan masa jabatan Beliau.

Hal ini tentu menimbulkan rasa kekecewaan masyarakat khusunya Umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Bolaang Mongondow (Bolmong). Menanggapi isu yang berkembang, maka pada tahun 1994 pada masa kepempinan Drs S. Paputungan, meremuk kembali dan membentuk kepanitian pembangunan dan pemanfaatan rumah sakit islam. Pada tanggal 7 April  1994 bertepatan dengan hari kesehatan dunia, Bupati Drs.S.Paputungan telah meresmikan pemanfaatan RSI Moonow. Kini, Rumah Sakit Islam satu-satunya di Bolaang Mongondow (Bolmong) telah dialihfungsikan menjadi perguruan tinggi. 

Astaga, Kolait Jadi “Trend” di Mongondow

Banyak yang tidak tau bahwa Kolait  itu adalah nama jenis kelamin pria,  Kolaitmu” Punyamu.
Lucu, dan aneh saat ini di Bolaang Mongondow (Bolmong) baik itu anak-anak, remaja, dewasa sudah sangat akrab dengan Istilah Kolait. saat emosi, jengkel dan marah kepada seseorang, istilah ini sering terlontar begitu saja tanpa rasa bersalah dan takut. Bahkan tidak jarang dikalangan Anak Baru Gede (Abg) khusunya wanita, Kolait ini  dianggap dan dijadikan sebagai bahan gurauan dan candaan.
“Wey dimana ngana? Kolaitin.. Datang kamari jo disekolah, capat  so mo terlambat”

 Kalimat itu pernah terlontar kepada seorang remaja kepada teman sekelasnya saat nongkrong disalah satu sekolah kotamobagu. Dengan begitu mudahnya, ia melontarkan kata itu kepada temanya, tanpa ada beban sedikitpun, dan bagi temanya hal itu dianggap biasa-biasa saja.
Padahal, Kolait masuk dalam jenis makian yang tabuh untuk diucapkan sembarangan. Dikalangan orang tua dulu siapa yang melontarkan kata itu dianggap “kurang ajar” yakni anak yang tak pernah diajar sopan santun oleh orangtuanya dan medapat cap sebagai orang yang kasar.
Kolait, dalam Kamus Bahasa Mongondow  oleh Zainal Abidin Lantong  Dkk. diartikan sebagai  jenis kelamin seorang pria. Masihkah kita menggunakan kata ini, maukah kita dicap sebagai orang kurang ajar, semua itu kita kembalikan ke masing-masing hati nurani. 

Kamis, 14 Agustus 2014

Gunung-gunung di Wilayah Mongondow

Waktu dulu, kami salalu diberikan tugas oleh pendidik di Sekolah Rakyat “SR”untuk menghafal nama-nama gunung yang tesebar diwilayah bolmong, “penghafalan tersebut  adalah salah satu syarat kami untuk naik kelas “ Ujar Zainal Abidin Lantong  Atau biasa disapa Tete Miti yang juga merupakan pembina Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabom)  ketika bertemu dikediamanya.
Meski sudah tua, tapi daya ingat beliau masih tajam salah satunya tetang penyebutan nama-nama gunung yang ada diwilayah Bolaang Mongondow  Raya

Bulud Ambang  
Bulud Lukud
Bulud Sia    
Bulud Singsikon
Bulud Kolopot moloben
Bulud Kolopot mointok
Bulud Tuduin passi
Bulud Simod
Bulud Pomantuan
Bulud Noturub

Dibawah Terik Matahari Berdiri Rumah Panggung

Siang Itu, sang matahari memancarkan sinarnya sepertinya ia ingin menghangatkan beberapa tiang dan papan yang tampak tua dan keropos. Dibawah sinarnya  matahari berdiri rumah panggung yang tua lingkungan  yang hangat, sunyi  dan sepi, beruntung karena masih ada  kicauan burung yang menghibur bangunan tua itu. 
Rumah Milik warga kopandakan, Djuniaty Saini Palakum 

Didepan  rumah panggung itu  nampak sepeda dan anak kecil  asik bermain  mengayuh sepeda berputar mengilingi halaman rumah sembari menyanyi. 

Badan rumah itu dibuat dengan papan serta memiliki tangga yang mulai rapuh dua tangga lainya terdapat dibagian depan rumah yang letaknya disamping kiri dan kanan.  diruang tengah juga masih memakai  alas lantai yang terbuat dari rotan (patang). Sementra dibelakang bagian dapur berdidingkan bulu  yang dibelah dan dianyam .

Seperti Rumah panggung pada umumnya, rumah panggung di Bolaang Mongondow (bolmong)  juga berbentuk persegi empat yang memanjang kebelakang. Atapnya seng, tiang-tiang penyangga memiliki tinggi sekitar satu meter. Sementara dua tangga berada didepan bentuknya menjulur dari samping.
  
Rumah Panggung tua itu adalah milik  Djuniaty Saini Palakum, seorang perempuan berparas cantik yang hidup sendirian.    Rumah panggung miliknya  dibangun sejak Tahun 1926, meskipun bangunan itu sudah tua namun dirinya masih tetap menjaga keaslian bangunan tersebut,“Saya ingin merawat Rumah ini”.ata Djuniaty yang biasa disapa Ka Ap itu. Rumah itu terdapat di sudut Bolmong  tepatnya di Desa Kopandakan Dua Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong).

di Bolmong sendiri masih banyak ditemui rumah panggung yang tersebar dan dipertahankan sebagai identitasnya, di Mongkonai misalnya terdapat Rumah panggung yang dihiasi bunga-bunga dan pohon sehingga nampak indah dimata.  
Salah satu rumah panggung di mongkonai,
 rumah tua ini milik Nene mariati Limpaton dan Tete Manan Paputungan
Nene Mariati Limpaton dan tete Manan paputungan, salah satu pemilik rumah tua yang ada di mongkonai kecamatan kotamobagu barat, diceritakan rumah mereka  dulunya masih menggunakan atap rumbia dan masih menggunakan tiang peyangga dari kayu, namun banyak juga rumah panggung milik warga  yang sudah  direnovasi, alasanya supaya fondasinya kuat “rumah ini dibangun waktu tahun 1908, so tua jadi so ganti beton” Kata Nene Mariati berusian 63 tahun itu.
Sementara itu, Di beberapa tempat juga masih kita jumpai salah satunya didesa kopandakan satu, sayangnya rumah panggung tua itu sudah tidak terrawat, dinding yang mulai hancur dan halaman yang tidak terurus. “ Rumah ini so lama tidak tinggal akan” ujar salah seorang warga kopandakan satu.  
Sala satu rumah panggung yang tak berpenghuni lagi

Sejarawan Tak Yakin Bulud Ambang Meletus

Setelah sekian ratus tahun tertidur akhirnya Bulud “Gunung” ambangpun terbangun dari lelapnya yang panjang, peristiwa ini membuat kehebohan  bagi warga masyarakat bolmong, apalagi disusul dengan dialihnya sttus normal menjadi waspada. Sejumlah masyarakatpun mulai panik tapi  tidak sedikitpula yang langsung bertindak  mengamankan beberapa barang-barangnya seperti ijazah dan arsip lainya.  

Ditemui,Mantan ketua Aliansi  Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (amabom) Zainul Abidin mengatakan bahwa dirinya tidak yakin dengan meletusnya gunung ambang, sebab menurut dia di bawah gunung itu ada air danau yang mendinginkan badan gunung, selain itu lubang gunung api itupun terlalu besar sehingga potensi meletusnya gunung ambang itu sangat kecil 
“Saya tau persis, karena dulu saya dan rombongan pernah meninjau lokasi itu” ujar Tete Miti sembari melanjutkan ceritanya bahwa Bulud Ambang memiliki arti dalam bahasa mongondow “No’iit” atau bercahaya dari kejauhan, tapi ketika dekat cahaya itu akan hilang, ini terlihat dari kejauhan bercahaya yang dimaksud adalah garis belerang yang ada ditubuh gunung tersebut 
“ Dari arah kampung modayag so dapa lia depe cahaya artinya belereng” Kata mantan jurnalis pertama itu.

Selasa, 12 Agustus 2014

Kolipot


Kolipot - Masih banyak mungkin yang tak tau menau apa itu kolipod, kolipod adalah nama jenis daun yang  hidup di hutan, selain dihutan juga terdapat di halaman rumah yang sengaja di tanam masyarakat. Selain itu, bagi masyarakat mongondow daun itu difungsikan sebagai  pembungkus nasi, hal ini dilakukan agar nasi tersebut tidak cepat busuk.

Jauh sebelumnya, pada masa lampau kolipot ini memang sudah digunakan oleh masyarakat mongondow, pada kegiatan-kegiatan tertentu misalnya pada sebuah pernikahan, atau mungkin pada saat bepergian jauh. Selain fungsinya sebagai menjaga keawetan  nasi juga mempunya sisi rasa khas tersendiri.

Sementara itu, mantan Ketua Aliansi masyarakat adat Bolaang Mongondow (amabom) Zainal Abidin Lantong ketika ditemui dirumah kediamanya, menurut dia kolipod ini punya nilai tersendiri dimana mampu menjaga keawetan nasi hingga berhari-hari seharusnya tradisi ini ditananmkan pada setiap diri sanubari warga Mongondow.

“ Kalau di jawa ada ketupat, ya..seharusnya di mongondow pula harus ada  tradisi ini sebagai penutup lebaran,” katanya.

Pekan lalu, setelah lebaran Idul Fitri di setiap pelosok Bolaang Mongondow (Bolmong)  ada banyak yang telah menggelar kegiatan makan-makan yang dinamakan dengan hari raya kolipot, di mopait misalnya menggelar hari perayaan tersebut yang bertepat dilapangan mopait. Hari raya itu dihadiri ratusan pengunjung dan sangat meriah.

Kamis, 07 Agustus 2014

Lebaran di Tanah Rantau

--Rinduku Adalah Rindu Mencerdaskan Daerah--


Gorontalo-   Setiap orang tentu mempunyai alasan tersendiri mengapa dia lebih mengabdi di daerah orang selain ditempat kelahiranya sendiri, tentu itu semua ada pilihannya. Namun sejauh apapun mereka berada pasti tidak akan lupa dimana ia dilahirkan, dan pasti ada kerinduan yang sangat mendalam, apalagi pada saat moment-moment tertentu.
Nampak Tato memakai kaos hitam

Lebaran  Idul Fitri kali ini, menyimpan kisah bagi seorang mahasiswa asal lolak yang mengenyam pendidikan di Univesitas Negeri Gorontalo (UNG), Hartato Paputungan mahasiswa yang cukup lama di gorontalo itu   mengakui lebaran kali ini dirinya sangat merindukan keluarganya terlebih orang tuanya di kota kelahiranya tapi sayang ada sesuatu hal sehingga ia tak bisa pulang ke kampung, meski begitu Tato sapaan akrabnya selalu  percaya dengan keyakinanya bahwa suatu saat dia akan pulang dengan membawa toga sebagai cendra mata bagi orang tuanya, “ Insyallh ”. Satu kata yang di ucap Tato.

Kepada awak media, saat bertandang di kosnya tepat di belakang asrama bogani  (Asbog) Gorontalo, menceritakan sudah delapan tahun lamanya ia tak pulang sejak dirinya masih bersekolah di  Sekolah Menengah Atas (SMA) Gorontalo. Selain dirinya kuliah ia juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, “ Kerja apa saja yang penting meghasilkan uang”.  Katanya

Ketika awak media menanyakan persoalan di bolmong, sebagai mahasiswa dirinya mengatakan bahwa di Bolaang Mongondow (Bolmong)  pembangunan nya tidak merata, tidak meratanya pembangunan di segala sector harusnya menjadi tantangan tersendiri bagi seorang mahasiswa, lanjutnya setiap mahasiswa yang peduli terhadap Daerah asalnya ketika tekad sudah bulat tidak ada keraguan untuk melangkah kan kaki saat meninggalkan tanah kelahiran ke negeri orang untuk mencari ilmu. Sudah selayaknya diimbangi dengan tekad yang luar biasa  juga  tekad yang ditanamkan yaitu tekad suatu saat akan kembali untuk membawa perubahan.  

“Rinduku  adalah  rindu untuk mencerdaskan daerah, rindu membawa perubahan, rindu membangun tanah kelahiran.” Tutupnya sembari menuangkan minuman dingin kepada awak media.

Jumat, 01 Agustus 2014

Jaminannya apa ??


Pada dasarnya kita sebagai pria selalu berharap pada sesuatu yang belum tentu menjanjikan, kadang pula kita harus berupaya dan usaha segala cara untuk mengejar sesuatu itu tapi pada akhirnya tetap hasilnya Nihil , kita tidak pernah tau apakah usaha ini akan membuahkan hasil atau tidak ? hasilnya nanti dikemudian hari ketika semua itu sudah dilakukan, bersyukur kalau misalnya hasil endingnya sesuai dengan harapan kita itu berarti apa yang sudah kita lakukan tidak sia-sia. 

Tpi bagaimana dengan usaha cara upaya  yang kita lakukan namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan ?? tentu, yang ada hanyalah kekecawaan, dan sia-sia. Yang saya maksud disini adlah jaminan seorang pria ketika harus mempertahankan wanita dengan segala perjuangan dan caranya agar supaya wanita itu tak akan berpaling darinya atau mungkin pada akhirnya mereka akan membina keluarga.

Ada banyak memang yang sudah berusaha dan menikah, namun tidak sedikit pula yang sudah berjuang hingga bertahun membina suatu hubungan tapi pada akhirnya kandas di tenga jalan. Efeknyapun akan berdampak pada psikologi kita mungkin kekecewaan yang berkepanjangan dan putus asa seumur hidup sehingga siapapun pria itu tak lagi akan mengenal dunia ini. Pertanyaanya kemudian adalah : 

Adakah jaminan bagi seorang pria bahwa upaya dan usaha (dalam masa pacaran)  yang dilakukanya sesuai dengan impiannya nanti (menikah) ??