Senin, 24 November 2014

Permainan Orang Mongondow Di ambang Kepunahan



Permainan rakyat tidak jatuh dari langit. Ia tumbuh dari mana bumi dipijak, ia sekaligus bisa menjelaskan kondisi lingkungan , sosial, ekonomi, pun politik pada zamannya. Ia diciptakan sebagai buah kearifan rakyat jelata. Permainan rakyat adalah ruang dan waktu tempat terjalinnya kehangatan dan keakraban antar manusia.

Tim redaksi Tulisan Tanpa Arah mengangkat kembali jenis-jenis permainan sebagaimana yang pernah di muat pada tulisan  Bernard Ginupit, Kebudayan Daerah Bolaang Mongondow (1996) dan ditulis kembali oleh Rendi Sugeha dalam sebuah blog pribadinya yang berjudul Bolmong Historis. 
Molangkadan atau Langkadan
Namun dalam penjelasan tersebut, permainan rakyat ini terbagi dua dimana ada yang menggunakan alat dan adapula yang tidak. Nah, Ini dia delapan permainan rakyat waktu dulu. 

Mominsikan yaitu  menggunakan tempurung bentuk segi tiga dengan sebilah bambu ukuran sekitar 30 cm panjang, lebar 2,5 cm sampai 3 cm, dimainkan oleh 2 orang atau lebih, untuk menguji ketepatan menembak pisikan lawan dengan pinsikan sendiri dari jarak sekitar 50 m.

Momaki’an  atau main gasing, juga oleh 2 orang atau lebih untuk melihat gasing mana yang lebih lama berputar. Untuk meguji ketrampilan menembak gasing lawan yang sedang berputar.

Molangkadan ini menggunakan dua bambu panjang sekitar 2 sampai 3 meter, memakai pedal bambu tempat menginjakkan kaki. Tinggi pedal 30 cm sampai 1 sampai 2 meter. Langkadan dipakai untuk berpacu atau untuk berjalan biasa dengan langkah panjang, bila pedalnya tinggi.
Mokumbengan  jenis permainan yang memainkan dua tongkat ukuran sekitar 30 cm panjang. Tongkat yang satu diletakkan di atas batu, tongkat dari tanah itu dipukul sampai beberapa kali, untuk menguji berapa lama tongkat itu melayang dan berapa kali dipukul.
Jenis permainan yang tidak menggunakan alat, diantaranya :
Mogogadopan  adalah  main sembunyi-sembunyian. Satu orang ditutup matanya, yang lain bersembunyi untuk dicari.

Mosimba’ungan  atau mandi di sungai bermain bersembur-semburan air . sembarai bermain mosibunian yaitu menyembunyikan batu di dasar sungai agar dicari oleh teman. Bagi yang menemukan batu tersebut,  maka dialah pemenangnya.
Mobinsi’an  umumnya dimainkan oleh pria, untuk menguji kekuatan menendang betis lawan.

Mononkalar  adalah permainan yang terdiri lebih dari tiga orang, masing-masing dari mereka menjaga ruang yang digaris berbentuk kotak  di tanah sementara satu orang dari arah depan  berusaha untuk berlari melewati ruang itu. bagi penjaga ruangan,  mereka ditugaskan untuk menghadang orang yang melewati ruang itu.bila orang itu lolos melewati semua ruangan yang dihadang maka dialah pemenangnya.


 

Minggu, 23 November 2014

Kisah Lapangan Gumempang dan Asal Usul Desa Mopait

Barangkali masih banyak yang tidak tau bahwa Lapangan gumempang adalah lapangan olahraga yang terletak di Desa Mopait Kecamatan Lolayan ternyata diambil dari nama bogani (SEORANG pemimpin ) yang bernama Gumempang.

Menurut penuturan orang tua dulu, Gumempang adalah sosok pemimpin yang kuat gagah berani , disegani cerdas layaknya seorang pemimpin ala kerajaan.Ia memimpin Lolayan sejak dulu, memerintahkan rakyat lolayan untuk melakukan berbagai hal kegiatan termasuk menanamkan jiwa moposad  kepada masyarakatnya. Dengan kegagahanya itu masyarakat lolayan mengambil nama tersebut untuk diabadikan dilapangan sepak bola tersebut.
Diceritakan sejarah desa, mulanya daerah tersebut baru sebatas pemukiman, seiring berjalan waktu beberapa orang berinisiatif untuk melakukan perjalan mencari tempat pemukiman baru yang berdekatan dengan sungai. Dibawah pimpinan Gumempang mereka sepakat dan melakukan perjalanan berhari-hari hingga melewati gunung dan lembah Awalnya mereka berfikir bahwa diujung sana mereka tak akan pernah bertemu dengan sungai, namun Gumempang tetap punya niat dan tekad dan perjuangan sehingga ia dan kelompoknya mendapati sebuah sungai, rasa senang bahagia bercampur aduk sebab telah menemukan apa yang telah dicari berhari-hari, berhentilah mereka ditempat tersebut untuk beristirahat sembari meminum air karena haus dahaga yang luar biasa, sesaat meminum air Gumempang merasa air tersebut rasanya pahit dalam bahasa mongondow nya (Mopait) seiring berjalan waktu zaman berkembang, penduduk bertambah dan berubah menjadi desa yang diberi nama Desa Mopait.

Selasa, 18 November 2014

Lapangan Gelora yang tak “Menggelora” lagi

 “Dulu suara semangat menggema dilokasi itu, dulu suara lantang terdengar di tempat itu dan dulu tekad sportivitas di junjung tinggi ditempat itu namun kini hilang bagaikan  ditelan bumi,”Mungkin itu ungkapan yang tepat menggambarkan kondisi semangat pemuda saat ini.

Lapangan olahraga yang seharusnya menjadi penunjang prestasi perkembangan olahraga kini telah menjadi stadion yang tak bertuan lagi.
Lapangan Gelora ambang yang terletak di kelurahan Togop Kecamatan Kotamoabagu, merupakan ruang terbuka yang dikelola oleh pemerintah kotamobagu (Pemkot). Tempat ini memiliki fasilitas lapangan terbuka, sarana olahraga, kolam renang, tempat bermain dan ruang santai. Namun belakangan ini justru Lapangan Olahraga Gelora Ambang tidak  menggelora lagi seperti dahulu.
Dari pantauan Media ini dilapangan kontruksi bangunan Stadiuan mulai retak, rumput liar yang berserakan, bahkan nampak terlihat perkebunan warga di tengah lapangan tersebut. Miris melihatnya ketika suara-suara lantang tak terdengar lagi ditempat itu.

“Disitu  sportivitas anak muda bolmong lahir  ditempat itu pula kegiatan bersejarah pernah dilakukan” ujar Pemerhati BMR,Syarif Mokoginta.

Sementara itu, ditempat yang berbeda pembina Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow (Amabom) Zainul Abidin Lantong menuturkan lokasi itu dulunya merupakan tempat kompetisi  pacuan kuda oleh masyarakat sejak  zaman pemerintahan Raja Hyc Manoppo, dirinya menyayangkan tempat bersejarah tersebut sudah tak terawat lagi.

“Dulunya itu pacuan kuda namun sejak pemerintah Ibu marlina tempat itu dirubah menjadi lapangan sepakbola.” Ujar Tete Miti sapaan akrabnya.
Terkait aset wilayah Bolaang Mongondow (Bolmong)  hingga saat ini masih simpang siur belum ada penyerahan dan kejelasan  tentang aset-aset kabupaten dan kota. Bahkan terlihat di kantor kependudukan dan catatan sipil  (Capil) Kotamobagu masih terdapat label nama yang bertuliskan kantor tersebut milik Bolmong Raya.

“lapangan itu adalah salah satu icon daerah ini, Seharusnya pemerintah secepatnya memastikan aset-aset antara kabupaten dan kota” Tegas Syarif Alumi Universitas Negeri Gorontalo (Ung).