Jumat, 04 Oktober 2019

KAKI Bagian 2 : Pelopor KAKI


Baiklah, Tooorima kasih Penulis I  atas   pengantar  yang tidak menjelaskan apa-apa itu, namun  cukup menarik sebab  ada satu penggalan kalimat yang bertuliskan era 90an yang kemudian hal tersebut membuat saya berpikir keras, kenapa? Karena diusia yang tak mudah lagi ini harus memutar kembali cerita itu, yang mungkin bukan hanya ada pengalaman disana tapi lebih dari itu “Kenangan” tapi.. Aaahk sudahlah, bukan disitu pointya.

Perkenalan dulu, saya seorang Dosen  di salah satu perguruan tinggi Gorontalo yang disebut sebagai penulis 2. Diperumahan sudut  Gorontalo ini saya disibukan dengan bacaan2 buku bahan ajaran besok pada mahasiswa, tiba2 saya ditelfon oleh rekan lama yang ada di Kotamobagu, yang kini bernama Penulis 1. Dia menawarkan penulisan yang berkesinambungan terkait masalah Keluarga Anak Konservasi Indonesia (KAKI) ini. katanya, ini Proyek penulisan untuk merefleksi kembali ingatan yang lama. Ingat bung “ kita pernah jaya dimasa itu”.  begitu dia menyemangati, Tujuanya memang mulia, sekedar memperkuat silahturahmi dan bernostalgia dengan tulisan, apalagi saat ini muncul penelitian tentang plastic  bahwa meski kita manusia sudah mati dimakan cacing dan  menjadi tulang belulang, sampah plastic tidak bisa terurai.

apakah masalah ini yang akan kita  warisi kepada anak cucu kita ?, tidak..! saya yakin dan percaya inilah salah satu alasan kenapa KAKI pernah dibentuk oleh Mas Ustad2 itu. Kalian Luar biasa Stad..!

Next, Disuatu waktu entah kapanpun itu.. awal kemunculan KAKI ini adalah dipelopori oleh tiga anak muda yang datang dari penjuru nusantara, yang kemudian mendirikan sebuah Taman Pengajian Anak (TPA) Al-Ikhlas, dan merasa senang  dengan kehadiran mereka sebab aktivitas keseharian anak-anak  90an itu dikala sore hari  diisi dengan bermain bola kaki,juga  selingi dengan ikut belajar agama di TPA tersebut. (sebuah kisah yang sulit terulang di era industry 4.0).

Seiring berjalannya waktu mungkin dikarenakan  basic  kelimuan tiga pemuda  yang kami sebut nama mereka dengan Mas Ustad, bukan hanya Agama saja, tetapi konservasi, hutan, pokoknya yang berkaitan dengan Alam, sehingga disetiap akhir pekan kami diajaklah untuk berkun jung  ketempat-tempat dimana Tuhan menampakkan  keindahanNya  yang  disamarkan melalui indahnya pantai dan lautan, serta daerah-daerah pegunungan yang  asri yang dengannya bisa kita temukan ketenangan. Sehingga dengan begitu kita tumbuh danberproses bukan hanya saja belajar  Agama tetapi melalui TPA tersebut, yang sehari-harinya bisa saling bersilaturahim dengan sesama  Manusia  (teman pengajian) sholat berjamaah (Interaksi dengan Tuhan) tapi sekaligus kita diajarkan untuk berinteraksi dengan Makhluk lainnya (Alam) sehingga kami sangat bersyukur di era 90-an walaupun tidak secara langsung namun kita belajar bagaimana hidup menjadi sangat indah dan berbahagia ketika kita mampu menjalin silaturahim dengan sesama Manusia, Tuhan, dan Alam.

Demikian cerita yang mungkin sama seperti penulis  Bag 1 yang tidakmenjelaskan apa-apa maka silahkan dilanjutkan oleh penulis ke 3 Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar