==Tungoi Diambil Dari Nama Sungai =
Terdengar sebuah cerita
daerah pedesaan yang subur, tumbuhan yang menghijau, di atas tanah yang datar
di tumbuhi pohon dan semak yang masih lebat, hiduplah sekelompok masyarakat
rukun dan damai. “ Desa Tungoi “orang menyebutnya. 9,5 Km kearah barat dari kota
Kotamobagu Sulawesi utara .
|
Kondisi Kantor Desa Tungoi Sangat memprihatinkan |
Dari
informasi yang dirangkum Tim Blog Lp dari penuturan orang tua dulu bahwa
nama Desa tungoi diambil dari sebuah sungai yang berbentuk tanduk dan mengalir
disepanjang pinggiran desa, “Tanduk” yang dalam bahasa daerah mongondow disebut
“Tungoi” .
konon menurut
cerita para orang tua bahwa masyarakat Desa Tungoi adalah penduduk desa
kopandakan yang datang berkebun, yang lama kelamaan berkembang menjadi
sekelompok masyarakat yang kemudian menjadi sebuah pedukuan.
Pedukuan
Tungoi pada waktu itu (tahun 1911) masih dibawah pemerintahan desa Kopandakan Uyun Tungkagi 1911 – 1913 dengan jumlah penduduk ±. 176
jiwa terdiri dari 91 laki-laki dan 85 perempuan dan terbagi dalam 52 kepala
keluarga, yang pada waktu itu hanyalah beberapa penduduk Desa Kopandakan yang
datang berkebun di Tungoi, status pedukuan Tungoi itu sendiri berlangsung ±.17
tahun (1911 – 1928) dimulai dari Pemerintahan berturut turut Sangadi Uyun Tungkagi (1911 - 1913). Djumaat
( 1913 – 1914), Lauseng Lamaluta ( 1914 – 1915 ), Regen Manoppo (1916 – 1921 ),
Lauseng Lamaluta (1921 – 1925 ), Ubong Bangki (1925 – 1926 ) dan Angu Bayowa
(1926-1928). Hingga pada tahun 1928
Tungoi dibawah pimpinan Sangadi Okolo
Pobela (1928-1930) diresmikan menjadi desa definitif yang kemudian mencetuskan
“Tungoi” sebagai nama desa.
Penduduk
Tungoi pada saat Pemerintahan Sangadi Okoli Pobela adalah sebanyak 76 kepala
keluarga yang terdiri atas 214 jiwa, 111 laki-laki dan 103 perempuan, Sangadi
Okoli Pobela pun pada waktu itu mulai menyusun pembantu sangadi atau perangkat
desa yang akan turut membantu Pemerintahan Sangadi dalam membangun desa di
tengah peperangan tentara republik dengan kolonial Belanda. Di jaman itu pula
sempat didirikan sebuah sekolah kolonial belanda di Desa Tungoi yang bernama
“Sekolah Dasar Sending (N.Z.G)” namun yang dapat mengenyam pendidikan disekolah
tersebut hanyalah orang orang Hindia Belanda dan beberapa anak pribumi yang
berpihak ke tentara kolonial.
Desa Tungoi
terletak didataran rendah dan termasuk salah satu desa di kecamatan Lolayan
Kabupaten Bolaang Mongondow. Jarak dari ibukota Kabupaten ( Lolak ) ±. 40 km
sedangkan ibukota propinsi
( Manado ) ±.210 km yang di hubungkan dengan jalan
trans sulawesi yang melintas membela desa.
Desa Tungoi I
mempunyai luas wilayah ±. 5.000 ha yang terbagi dari sawah 315 Ha, Tanah
Pekarangan 48 Ha, Ladang 758 Ha, Tanah Kering 280 Ha, Hutan 3.400 Ha serta
lainya sekitar 55 Ha. Wilayah Desa
Tungoi I pada Tahun 2011 mempunyai jumlah penduduk ±. 3.346
jiwa dan memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut :
-. Utara berbatasan
dengan Desa Mopait dan Persawahan
-. Timur berbatasan
dengan Desa Tungoi II dan Sungai Ongkag Mongondow
-. Selatan berbatasan
dengan Perkebunan Tungoi
-. Barat berbatasan dengan Desa Tapa Aog
|
Lapangan Terbang Yang masih bersttus perintis |
Setelah Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia, pembangunan desa Tungoi pun berlanjut satu di
antaranya adalah pembangunan lapangan terbang perintis Tungoi yang dilaksanakan
oleh pemerintah pusat dan di bantu oleh kebanyakan warga desa, serta pembebasan
lahan untuk pembangunan jalan raya Akd sampai
ke Dumoga, bersamaan dengan berkembangnya jumlah penduduk pada waktu itu
dikarenakan banyak warga pendatang yang masuk dan berdomisili di desa Tungoi,
Ditahun 1966 pada saat
pemerintahan Desa Tungoi ditunjuk sebagai Ibukota dari Kecamatan Lolayan,
karena dari semua desa yang ada di Kecamatan Lolayan, Desa Tungoi lah yang di
anggap oleh Pemerintah Kecamatan paling maju
( dalam bidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan) sehingga di
tahun yang sama itu pula Pemerintah Kecamatan membangun prasarana pendukung di
Desa Tungoi sebagai ibukota kecamatan
dengan meminjam tanah tanah masyarakat Desa Tungoi pada waktu itu, seperti
Kantor Camat Lolayan (yang sekarang ini menjadi SLTP PGRI Tungoi), Kantor
Polsek Lolayan ( yang saat ini tanah dan bangunannya telah diserahkan dan
ditempati oleh Kel Djerson Kaesang) serta Kantor Koramil Lolayan yang saat ini
masih menjadi Gedung tua di samping Lapangan olah raga Desa Tungoi I, Pada tahun 2010 Desa
Tungoi I yang semula hanya berjumlah 4 (Empat) Dusun dimekarkan menjadi 10
(Sepuluh) Dusun guna untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan
memudahkan kontrol kepada masyarakat karena luas wilayah yang besar serta
jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Lolayan .
Sedangkan mata pencaharian penduduk saat ini lebih besar
( 80 % ) menjadi petani dan buruh tani, sedangkan sisanya ada yang menjadi
Pegawai Negeri Sipil. TNI. Polri, Karyawan Swasta, pedagang. Menurut catatan dari pihak desa dimana Kepal
Desa (Sangadi ) semasa itu tercatat sebagai berikut,Uyun tungkagi (1911 –
1913), Djumaat (1913 – 1914), Lauseng Lamaluta (1914 – 1915) , (Regen Manoppo
1918 – 1921), Lauseng Lamaluta (1921 – 1925), Ubong Bangki (1925 – 1926), Angu
Bayowa (1926 – 1928), Okoli Pobela (1928 – 1930), Uon Mokoagow (1928 – 1930)
Bulow Bangki (1930 – 1939) Panga Amboi (1939 – 1950) Daag Kobandaha (1950 –
1951) Johanis Pinontoan (1951 – 1952) Abas Ompig (1967 – 1968), Ula D. Kobandaha (1968 – 1974) Salam Paputungan (1974
– 1976) Ula D. Kobandaha (1976 – 1979)
Musa Abane (1979 – 1984) Abas Ompig (1984 – 1993) Herry Lewan (1993 – 2008)
Ahmad Yani Tolat, SH (2008 –2013) Drs Djunaidi
Imban 2013 hingga sekarang.