Minggu, 11 Januari 2015

Sejarah Desa Tungoi


==Tungoi Diambil Dari Nama Sungai =




Terdengar sebuah cerita daerah pedesaan yang subur, tumbuhan yang menghijau, di atas tanah yang datar di tumbuhi pohon dan semak yang masih lebat, hiduplah sekelompok masyarakat rukun dan damai. “ Desa Tungoi “orang menyebutnya. 9,5 Km kearah barat dari kota Kotamobagu Sulawesi utara .
Kondisi Kantor Desa Tungoi Sangat memprihatinkan

Dari informasi yang dirangkum Tim Blog Lp dari penuturan orang tua dulu bahwa nama Desa tungoi diambil dari sebuah sungai yang berbentuk tanduk dan mengalir disepanjang pinggiran desa, “Tanduk” yang dalam bahasa daerah mongondow disebut “Tungoi” .
konon menurut cerita para orang tua bahwa masyarakat Desa Tungoi adalah penduduk desa kopandakan yang datang berkebun, yang lama kelamaan berkembang menjadi sekelompok masyarakat yang kemudian menjadi sebuah pedukuan.

Pedukuan Tungoi pada waktu itu (tahun 1911) masih dibawah pemerintahan desa Kopandakan Uyun Tungkagi  1911 – 1913 dengan jumlah penduduk ±. 176 jiwa terdiri dari 91 laki-laki dan 85 perempuan dan terbagi dalam 52 kepala keluarga, yang pada waktu itu hanyalah beberapa penduduk Desa Kopandakan yang datang berkebun di Tungoi, status pedukuan Tungoi itu sendiri berlangsung ±.17 tahun (1911 – 1928) dimulai dari Pemerintahan berturut turut Sangadi Uyun Tungkagi (1911 - 1913). Djumaat ( 1913 – 1914), Lauseng Lamaluta ( 1914 – 1915 ), Regen Manoppo (1916 – 1921 ), Lauseng Lamaluta (1921 – 1925 ), Ubong Bangki (1925 – 1926 ) dan Angu Bayowa (1926-1928). Hingga  pada tahun 1928 Tungoi  dibawah pimpinan Sangadi Okolo Pobela (1928-1930) diresmikan menjadi desa definitif yang kemudian mencetuskan “Tungoi” sebagai nama desa.   

Penduduk Tungoi pada saat Pemerintahan Sangadi Okoli Pobela adalah sebanyak 76 kepala keluarga yang terdiri atas 214 jiwa, 111 laki-laki dan 103 perempuan, Sangadi Okoli Pobela pun pada waktu itu mulai menyusun pembantu sangadi atau perangkat desa yang akan turut membantu Pemerintahan Sangadi dalam membangun desa di tengah peperangan tentara republik dengan kolonial Belanda. Di jaman itu pula sempat didirikan sebuah sekolah kolonial belanda di Desa Tungoi yang bernama “Sekolah Dasar Sending (N.Z.G)” namun yang dapat mengenyam pendidikan disekolah tersebut hanyalah orang orang Hindia Belanda dan beberapa anak pribumi yang berpihak ke tentara kolonial.

Desa Tungoi terletak didataran rendah dan termasuk salah satu desa di kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow. Jarak dari ibukota Kabupaten ( Lolak ) ±. 40 km sedangkan ibukota propinsi
 ( Manado ) ±.210 km yang di hubungkan dengan jalan trans sulawesi yang melintas membela desa.

Desa Tungoi I mempunyai luas wilayah ±. 5.000 ha yang terbagi dari sawah 315 Ha, Tanah Pekarangan 48 Ha, Ladang 758 Ha, Tanah Kering 280 Ha, Hutan 3.400 Ha serta lainya sekitar 55 Ha.  Wilayah Desa Tungoi I  pada  Tahun 2011 mempunyai jumlah penduduk ±. 3.346  jiwa dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut  :
-. Utara berbatasan dengan Desa Mopait dan Persawahan
-. Timur berbatasan dengan Desa Tungoi II dan Sungai Ongkag Mongondow
-. Selatan berbatasan dengan Perkebunan Tungoi
-.  Barat berbatasan dengan Desa Tapa Aog
 
Lapangan Terbang Yang masih bersttus perintis
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pembangunan desa Tungoi pun berlanjut satu di antaranya adalah pembangunan lapangan terbang perintis Tungoi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan di bantu oleh kebanyakan warga desa, serta pembebasan lahan untuk pembangunan jalan raya Akd  sampai ke Dumoga, bersamaan dengan berkembangnya jumlah penduduk pada waktu itu dikarenakan banyak warga pendatang yang masuk dan berdomisili di desa Tungoi,


Ditahun 1966 pada saat pemerintahan Desa Tungoi ditunjuk sebagai Ibukota dari Kecamatan Lolayan, karena dari semua desa yang ada di Kecamatan Lolayan, Desa Tungoi lah yang di anggap oleh Pemerintah Kecamatan paling maju  ( dalam bidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan) sehingga di tahun yang sama itu pula Pemerintah Kecamatan membangun prasarana pendukung di Desa Tungoi  sebagai ibukota kecamatan dengan meminjam tanah tanah masyarakat Desa Tungoi pada waktu itu, seperti Kantor Camat Lolayan (yang sekarang ini menjadi SLTP PGRI Tungoi), Kantor Polsek Lolayan ( yang saat ini tanah dan bangunannya telah diserahkan dan ditempati oleh Kel Djerson Kaesang) serta Kantor Koramil Lolayan yang saat ini masih menjadi Gedung tua di samping Lapangan olah raga Desa Tungoi I, Pada tahun 2010 Desa Tungoi I yang semula hanya berjumlah 4 (Empat) Dusun dimekarkan menjadi 10 (Sepuluh) Dusun guna untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan memudahkan kontrol kepada masyarakat karena luas wilayah yang besar serta jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Lolayan .


 Sedangkan mata pencaharian penduduk saat ini lebih besar ( 80 % ) menjadi petani dan buruh tani, sedangkan sisanya ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil. TNI. Polri, Karyawan Swasta, pedagang.  Menurut catatan dari pihak desa dimana Kepal Desa (Sangadi ) semasa itu tercatat sebagai berikut,Uyun tungkagi (1911 – 1913), Djumaat (1913 – 1914), Lauseng Lamaluta (1914 – 1915) , (Regen Manoppo 1918 – 1921), Lauseng Lamaluta (1921 – 1925), Ubong Bangki (1925 – 1926), Angu Bayowa (1926 – 1928), Okoli Pobela (1928 – 1930), Uon Mokoagow (1928 – 1930) Bulow Bangki (1930 – 1939) Panga Amboi (1939 – 1950) Daag Kobandaha (1950 – 1951) Johanis Pinontoan (1951 – 1952) Abas Ompig (1967 – 1968), Ula  D. Kobandaha (1968 – 1974) Salam Paputungan (1974 – 1976) Ula  D. Kobandaha (1976 – 1979) Musa Abane (1979 – 1984) Abas Ompig (1984 – 1993) Herry Lewan (1993 – 2008) Ahmad Yani Tolat, SH (2008 –2013) Drs Djunaidi  Imban 2013 hingga sekarang.




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar