Mungkin banyak yang tidak tau bahwa foto selfie
atau memfoto diri sendiri yang menunjukan kepribadian dan keberadaan mereka pada lokasi tertentu
ternyata siapa sangka bahwa di Bolaang
Mongondow (Bolmong) sudah ada sejak beratus-ratus tahun lalu. Hal ini terlihat dari sebuah foto
kegiatan upacara adat Monondeaga pada
tahun 1917. Foto tersebut adalah salah satu Koleksi Walter Alexander Kaudem,
Goteborg Museum.
Nampak dalam foto tersebut Seorang wanita atau
khusunya remaja sudah melakukannya. Namun tentu dengan gaya yang tentunya
berbeda tanpa embel-embel seperti yang beredar di Sosial Media (Sosmed). Dalam
foto tersebut, seorang wanita menggenakan baju kemeja putih dan celana kain yang dililit di
pinggang serta dilengkapi dengan gelang
tangan tampak berpose dihadapan camera.
Menurut salah satu penggiat fotografi, Jun
Manolang mengatakan proses foto hitam putih
terjadi pada sekitar tahun 1827an, camera yang dipakai pada waktu itu masih menggunakan alat perekam
gambar yang diberi nama Absurd, bahkan menurut dia, pada sesi pemotretan tersebut harus
resmi dan formal.” Kalau dulu memfoto
itu harus resmi pakaian, makeup dan sebagainya musti fix karena memang dulu itu
masih jarang menggunakan foto hanya
orang-orang tertentu yang bisa memfoto,”
ujar Jun.
Sementara itu,
Tradisi upacara Monondeaga ini sendiri adalah salah satu kegiatan upacara dalam rangka
menghormati seorang wanita yang hendak
memasuki usia dewasa. Ada empat prosesi
yag harus dilakukan ketika saat
berlangsunnya upacara tersebut diantaranya adalah Monayuk, Monobok, Molead dan
Monondeaga. Menurut Pembina Aliansi Masyrakat Adat Bolaang Mongondow (Amabom) Zainal Abidin
Lantong menuturkan, saat seorang anak wanita yang hendak memasuki
usia dewasa pertama-tama dilakukan dengan acara Monayuk atau Tayukan
(Dimandikan) semua perlengkapan baik itu bunga harum wewangian di ramu secara
adat setelah itu disiram dan dimandikan kepada sang wanita, disela-sela
acara prosesi pemandian diiringi dengan musik, lagu dan tari khas
mongondow. Setelah prosesi monayuk selesai masuk pada kegiatan ke dua Monobok
atau pemakaian perhiasan emas kepada sang wanita, salah satunya anting hal
dilakukan agar sang wanita tersebut terlihat cantik, namun sebelumnya prosesi
pemakaian anting ini harus disediakan “Tobok” sebuah piring antik
untuk menapung bila ada darah yang menetes. Selesai monombok dilanjutkan dengan
acara “Molead” meratakan gigi dengan menggunakan batu hitam. Pada kegiatan
terakhir yaitu prosesi “Monondeaga” dimana sang wanita didandani lalu diangkat
dan diarak ke tempat Pintuon, Selama masa menanti di pintuon itu , ia belajar
menyulam dan menenun kain sambil menunggu kedatangan seorang pemuda yang
meminangnya. “Dulu memang suku mongondow
ini termasuk masyarakat yang
sangat menghormati martabat kaum
perempuan ini terbukti dengan adanya
upacara tersebut” Tutur tete miti sapaan akrabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar